INDOVIRAL.ID ( SUMUT )
Simalungun ,Sabtu,14 Oktober 2023
ada.beberapa
kejanggalan yang terjadi di antara Jessica, Mirna, & Kopi Sianida di dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso 😱
Pernyataan Dokter Ahli Forensik Indonesia RS Cipto Mangunkusumo Prof. Djaja Surya Atmaja, dr., Sp.F.M,. SH., PhD.
Djaja Surya Atmadja
dr. Djaja Surya Atmadja tidak menemukan ciri-ciri dan mencium aroma sianida ketika pertama kali menangani jenazah Mirna Salihin, ia juga melihat hasil temuan ahli forensik Slamet Purnomo.
“Dokter Slamet kan dipanggil ke persidangan, nah temuan dia itu ternyata nggak cocok sama sianida.,” kata dr Djaja Surya Atmaja dalam podcast bersama dr Richard Lee, Jumat (6/10/2023).
“Isinya di dalam lambung darahnya hitam. Terus, di dalam lambung itu ada tukak lambung, ada borok atau luka gitu yang sudah lama,” kata dr Djaja Surya Atmadja.
Saat luka lambung Mirna Salihin itu diambil dan diperiksa oleh ahli forensik, hasilnya menunjukkan adanya monosit yang berarti terdapat maag kronis.
“Itu artinya maag kronis dan itu artinya perdarahan lambung. Tapi, temuannya nggak cocok sama sianida,” kata dr Djaja Surya Atmadja.
Menurut dr Djaja, ahli forensik mana pun sudah pasti akan menyimpulkan adanya perdarahan lambung bila menemukan darah hitam.
“Ada darah warna hitam (di lambung). Semua dokter forensik di mana pun kalau ada darah hitam berarti darah kecampur sama asam lambung,” katanya.
Namun, dr Djaja Surya Atmadja juga tak tahu pasti Mirna Salihin meninggal dunia akibat maag kronis dan minum kopi. Karena, ia tidak melakukan autopsi menyeluruh pada jenazah anak Edi Darmawan.
.
Dr Djaja Surya Atmadja, dipanggil dr. Djaja lahir di Jakarta pada 19 Mei 1960, ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan terlibat dalam penanganan jenazah Mirna pada 2016 silam.
Saat itu, ia melakukan penyelidikan untuk mencari penyebab kematian Mirna. Namun, dalam persidangan, ia memberikan kesaksian bahwa tidak ada bukti kontaminasi sianida dalam tubuh Mirna, yang berbeda dari tuduhan yang telah dipercayai publik.
Riwayat Pendidikan
dr. Djaja Surya Atmadja meraih gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 1986. Selama berkuliah, ia sudah aktif dalam berbagai aktivitas akademik, penelitian dan menunjukkan komitmennya terhadap bidang kedokteran.
dr. Djaja melanjutkan pendidikan profesi dan meraih gelar spesialis forensik medikolegal dari Universitas Indonesia pada 1990. Ini adalah awal dari spesialisasinya dalam kedokteran forensik.
Pendidikan lanjutannya membawanya ke Kobe University Jepang, di mana ia meraih gelar dokter pertama di Indonesia yang mengkhususkan diri dalam DNA forensik pada 1995. Ia juga melanjutkan studi hukum di UI dan mendalami pengetahuannya tentang forensik pada orang hidup di National School of Public Health, Utrecht, Belanda.
Perjalanan Karier
dr. Djaja Surya Atmadja bukan hanya seorang dosen di Universitas Indonesia, tetapi juga seorang praktisi yang disegani di dunia forensik. Ia termasuk sebagai dokter forensik DNA pertama di Indonesia.
Sebagai dokter forensik, ia ahli dalam analisis DNA forensik, memberikan konsultasi, pemeriksaan, dan layanan saksi ahli dalam bidang tersebut. Selain mengajar di UI, ia juga aktif memberikan kuliah di Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, mengajar tentang kedokteran forensik dan hukum kesehatan.
Karirnya di RSCM telah lama. Ia sering terlibat dalam penyelidikan kasus kriminal yang memerlukan analisis forensik. Selain kasus Mirna, ia juga terlibat dalam penyelidikan kasus kematian David Hartanto Widjaja, seorang mahasiswa Nanyang Technological University Singapura yang diduga bunuh diri dengan melompat dari lantai empat kampusnya pada tahun 2019.
Selain berkarier di bidang kesehatan, dr. Djaja memiliki pengalaman internasional menjadi anggota Dewan Penasihat Ilmiah Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda. Keberhasilannya dalam bidang ini telah membuatnya diakui secara internasional sebagai seorang ahli forensik yang berpengalaman.
dr. Djaja Surya Atmadja adalah contoh nyata dari seorang profesional yang berdedikasi untuk memperbaiki sistem peradilan melalui pengetahuannya dalam kedokteran forensik dan hukum kesehatan. Kontribusinya dalam menangani kasus-kasus penting dan beragam peran di dunia akademik menunjukkan komitmen dan kompetensinya dalam bidangnya.
( Rijal )