Indoviral.id-Medan:
Mengutip pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin pernah meminta tim intelijen agar di setiap satuan kerja wilayah hukum yang memiliki pelabuhan segera bergerak dalam rangka memberantas mafia di pelabuhan atau mafia laut.
“Satuan kerja yang di wilayah hukumnya terdapat fasilitas pelabuhan agar segera bergerak melakukan operasi intelijen dalam rangka pemberantasan mafia pelabuhan,” kata Burhanuddin dalam keterangan persnya, Jumat (12/11/2021).
Senada dengan hal itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan juga pernah meminta aparat penegak hukum membentuk satuan tugas menindak mafia yang ada di pelabuhan.
Burhanuddin pun meminta agar penegakkan hukum tidak tebang pilih. Ia menegaskan, jika ada aparat penegak hukum yang diduga terlibat dan menjadi penyokong mafia di pelabuhan, harus ditindak tegas.
Tingginya biaya logistik tersebut tidak terlepas dari faktor belum efektifnya kegiatan sistem bongkar muat di pelabuhan serta adanya indikasi mafia pelabuhan yang memperkeruh keadaan.
Sebelumnya, Luhut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri membentuk satuan tugas untuk memberantas dan memenjarakan mafia yang menghambat Indonesia menjadi negara maju. (berita Selengkapnya baca KORAN RADAR edisi 571. Apa kaitannya mafia pelabuhan atau yang lebih populer mafia laut dengan jurnalis.
Mafia pelabuhan atau mafia laut layak menjadi musuh utama jurnalis. Kenapa Ketika masyarakat bersuara agar jurnalis
berani mengulas hasil investasi dan mempublikasikan artikel tulisan mafia pelabuhan agar mahluk sejagad raya mengetahui kejahatan tersebut.
Ketika itu pula ada terjadi tindakan penganiayaan dialami jurnalis. Diantaranya oleh tiga prajurit TNI Angkatan Laut di Maluku Utara. Bahkan media besar seperti Tempo, juga mengulas dengan judul “Karena Indonesia Bukan Negara Mafia”.
Seperti yang dialami seorang jurnalis Sidikkasus.co.id di Maluku Utara, Sukandi Ali, oleh tiga prajurit TNI AL merupakan kejahatan luar biasa. Pengusutan terhadap pelaku yang dijanjikan TNI AL semestinya tak berhenti pada kasus dugaan intimidasi dan teror, tapi juga kejahatan besar yang sedang mereka tutupi.
Sukandi menjadi korban, dianiaya setelah menerbitkan artikel “Puluhan Ribu KL BBM Diduga Milik Ditpolairud Polda Malut Ditahan AL di Halsel, Kepala KSOP II Ternate Diduga Terlibat”.
Dua hari setelah artikel itu terbit, dua dari tiga oknum TNI yang diduga pelaku menjemput paksa Sukandi di rumahnya di Halmahera Selatan. Sukandi mereka boyong ke Pos Jaga TNI AL di Pelabuhan Perikanan Panamboang, Bacan Selatan. Di tempat itu, ketiga oknum TNI menginterogasi dan menyiksa Sukandi.
Pelaku selain dijerat dengan pasal penganiayaan, mereka bisa disangka melakukan kejahatan berlapis dari penyalahgunaan wewenang, pelanggaran Hak Asasi Manusia, hingga melanggar kebebasan pers.
Penganiayaan jurnalis Sukandi ini mengingatkan kita pada insiden pembunuhan Alfrets Mirulewan, Pemimpin Redaksi Mingguan Pelangi, Maluku, pada Desember 2010, dianiaya terlebih dahulu saat menginvestigasi perdagangan gelap BBM di Maluku Barat Daya. Belakangan diketahui satu dari lima pelaku pembunuhan adalah oknum direktorat kepolisian air dan udara setempat.
Kekerasan terhadap wartawan oleh oknum TNI juga pernah terjadi di Aceh pada 2010, Sumatera Barat pada 2011, dan Riau pada 2012. Di Aceh, seorang perwira di Kodim 0115 Simeulue memukul jurnalis Harian Aceh, Ahmadi, akibat tulisannya mengenai pembalakan liar di Kecamatan Alapan, Simeulue.
Sumatera Barat, oknum prajurit TNI AU melakukan kekerasan terhadap beberapa jurnalis yang meliput kecelakaan pesawat peserta Minang Aero Sport Show 2011. Lalu, di Riau, prajurit TNI AU melakukan kekerasan terhadap beberapa jurnalis yang meliput kecelakaan pesawat Hawk 200 di Kampar.
Patut dicurigai ada upaya sistematis oknum TNI yang tidak ingin bisnis ilegalnya terungkap oleh media. Panglima TNI harus bertanggung jawab mengakhiri tindakan biadab terhadap para jurnalis ini. Indonesia bukan negara mafia yang aparatur negaranya bisa menganiaya siapa saja untuk menutupi kejahatan mereka.
Informasi terbaru, masyarakat Belawan menyesalkan mafia pelabuhan dan laut salah satunya BBM ilegal dan penyelundupan bibit unggul atau anak babi yang masuk dari Batam dilakukan malam hari.
“Kekerasan terhadap jurnalis atau wartawan yang dilakukan oknum berseragam karena tidak mau borok -borok mereka terbongkar,” ujar Ketua DPW Ikatan Wartawan Online Indonesia (DPW IWOI) Sumatera Utara, Ratno SH, MM didampingi Sekretaris, Budi Sudarman SE di Medan, Kamis 26 September 2024.
Mafia pelabuhan atau laut menjadi musuh utama jurnalis. Oknum mafia cenderung melakukan kekerasan dan intimidasi karena mereka tidak mau bisnis ilegalnya diketahui.
Setiap orang yang melakukan kekerasan dengan menghilangkan nyawa orang lain maupun intimidasi harus ditindak tegas, karena merupakan perbuatan melawan hukum dan menghambat kebebasan pers. Pers mendukung demokrasi, penegakan Supremasi hukum, dan keadilan.
Setiap orang dapat menyampaikan Hak Jawab atau Hak Koreksi kepada media yang memberitakan. Narasumber atau pihak yang dirugikan isi pemberitaan, dapat menyampaikan atau meluruskan informasi.
Maka tugas kewajiban industri media harus menyampaikan Hak Jawab dan Hak Koreksi untuk meluruskan pemberitaan sesuai yang disampaikan narasumber,”, tegas Ketua DPW IWOI Sumut kepada wartawan.
(KRO/Rista/Dikutip dari Berbagai Sumber)