Ahli Ekonomi Soroti Eksistensi PT Timah di Tengah Polemik Tambang Batu Beriga

Uncategorized526 Dilihat

Pangkalpinang – Dr. Marshal Imar Pratama, seorang ahli ekonomi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, angkat suara terkait polemik rencana penambangan timah di perairan Desa Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah. Konflik antara warga Desa Batu Beriga dan PT Timah ini menurutnya membuka peluang untuk mengevaluasi keberadaan perusahaan tambang milik negara tersebut di wilayah Bangka Belitung.

“Polemik tambang laut di Batu Beriga ini menjadi momentum yang tepat untuk meninjau kembali eksistensi PT Timah di Babel, setidaknya sampai ada kesepakatan royalti 10 persen yang jelas untuk kepentingan daerah,” kata Dr. Marshal dalam pernyataan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Jumat malam.

Ia berpendapat, aktivitas penambangan timah di Bangka Belitung sebaiknya ditutup secara permanen demi keberlanjutan hidup masyarakat setempat untuk jangka panjang. “Dengan menghentikan tambang, kita bisa melindungi kehidupan masyarakat selama 300 tahun ke depan. Ketika generasi berikutnya sudah siap dengan kualitas SDM yang mumpuni dan karakter bebas korupsi, barulah pengelolaan bisa dimulai kembali. Selain itu, harga timah juga harus terus naik dan dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri,” jelasnya.

Dr. Marshal juga mengkritik PT Timah yang hingga saat ini hanya menghasilkan produk berupa balok timah tanpa adanya inovasi atau pengembangan produk bernilai tambah. Menurutnya, perusahaan negara ini seharusnya bisa lebih unggul dalam memanfaatkan cadangan timah di Babel. “Produksi balok timah yang hanya mentah seperti itu sebenarnya bisa dilakukan oleh masyarakat umum. PT Timah juga belum mampu menentukan harga pasar, padahal produksi timah hampir seluruhnya berasal dari Babel,” tambahnya.

Terkait rencana penambangan di Desa Batu Beriga, Dr. Marshal menyarankan agar pemerintah daerah mendukung aspirasi warga yang menolak proyek tersebut, kecuali pemerintah pusat bisa memberikan kepastian royalti 10 persen bagi Babel. Ia menyebutkan, kesepakatan royalti itu bisa menjadi langkah yang memberi dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

“Jika ada kepastian royalti 10 persen, mungkin operasi PT Timah masih bisa dipertimbangkan. Namun, penghentian tambang tetap menjadi pilihan utama demi kesejahteraan jangka panjang masyarakat,”tandasnya.

(T-APPI)